Rabu, 10 Oktober 2012

logika



LOGIKA MATERIL

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi
Mata Kuliah : Logika
Dosen Pengampu : Komaruddin, M. Ag

 
 

Disusun Oleh:

Akhmad Basar                                                ( 111 111 075 )





FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
2012





LOGIKA MATERIL

I.                   PENDAHULUAN
Dalam logika formil kita telah mempelajari cara menarik kesimpulan dari premis-premis yang kita anggap benar. Dari premis-premis tersebut kita nantinya juga akan  memperoleh kesimpulan yang kita anggap benar juga, Apabila kita hanya mencari kebenaran dengan cara ini saja itu kita tidak selalu menemukan kebenaran. Ternyata kita perlu juga memeriksa premis-premis itu terlebih dahulu, apabila premis-premis itu isinya benar bisa kita tarik kesimpulan akan tetapi jika premis-premis itu salah atau palsu pasti kita tidak akan bisa menarik kesimpulan seandainya itu dipaksakan  ditarik kesimpulannya pasti tidak sesuai dengan fakta. Tidak jarang terjadi bahwa premis-premis yang keliru dapat menghasilkan konklusi yang benar. Namun kesimpulan yang ditarik secara ini tidak ada artinya karena tidak dapat dipertanggungjawabkan.[1]
Untuk memeriksa kebenaran isi permis itu perlu dipelajari dalam logika materiil, karena logika materiil tidak selalu mudah menemukan kebenaran atau kesalahan dari suatu premis, di dalam logika materiil perlu diperhatikan hal-hal yang berhubungan dengan usaha untuk mencari kebenaran, aliran-aliran yang berhubungan dengan pengenalan kebenaran serta norma-norma dalam suatu kebenaran dan semua itu akan kami bahas dalam makalah ini.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian logika materiil?
B.     Apa yang dimaksud dengan menangkap dan mengenal suatu obyek?
C.     Apa saja aliran-aliran yang berhubungan dengan pengenalan kebenaran?
D.     Adakah norma-norma dalam kebenaran?

III.             PEMBAHASAN
A.     Pengertian Logika Materiil
Logika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang metode dan hukum-hukum yang digunakan untuk membedakan penalaran yang betul dari penalaran yang salah. Sedangkan materiil merupakan suatu bahan atau suatu objek, objek di sini nantinya akan disimpullkan melalui penalaran kalau ada objek yang lain, objek-objek itu dapat kita sebut sebagai premis. Misal terdapat premis sederhana (premis 1) “ Monyet adalah seekor hewan” (premis 2) “Hewan peliharaan Andi mati” dari kedua premis atau objek tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan dengan mengunakan logika “Monyet peliharaan Andi mati” tapi kesimpulan itu bisa salah walaupun steatment itu benar karena belum tentu hewan peliharaan Andi itu seekor Monyet bisa juga yang lain, seperti Ayam, kelinci, kambing dll, makanya itu harus ada pembuktian.[2]
jadi dapat saya simpulkan bahwa logika materiil merupakan sebuah ilmu penalaran yang harus dicari kebenaran-kebenaran pada premis atau objek terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
Setelah saya simpulkan seperti itu mungkin dari pembaca ada pertanyaan mengenai mencari kebenaran. Bagaimana cara kita untuk mencari kebenaran yang baik? Untuk menjawab itu memang tidak mudah, karena banyak para filusuf yang memikirkan jawaban atas pertanyaan ini, tetapi masing-masing mendapat jawaban yang berbeda, bahkan ada aliran filsafat yang meragukan kebenaran, mereka tidak yakin bahwa kebenaran itu ada, mereka ini adalah kaum skeptis.[3]
Namun kita bukan termasuk kaum skeptis, karena kaum skeptis sebenarnya juga tidak konsekuen, kalau mereka ragu-ragu akan adanya kebenaran apakah mereka tidak meragukan atas keragu-raguanya? Hal yang demikian kalau menghinggapi manusia akan berbahaya, karena manusia tersebut tidak punya pendirian yang kuat, mudah terjerumus kepada perbuatan pemuasan nafsu. Kita yakin bahwa kebenaran itu ada dan kita dapat mengenal kebenaran itu, kita dapat berfikir benar. Dan untuk mencapai kebenaran itu ada jalannya, sekalipun bermacam-macam jalan, akhirnya kita akan menemukan juga kepastian dan evidensi[4]. Dengan dasar inilah manusia dapat menyusun hidupnya lebih baik dari hari ke hari.

B.     Menangkap dan Mengenal Obyek
Cara bagaimana pikiran kita dapat menangkap obyek dan dapat memikirkan obyek itu?
Apabila kita berpikir tentu ada obyek yang dipikirkan, setelah obyek itu dipikirkan maka disimpan sebagai pengetahuan. Dengan pengetahuan yang baru kita peroleh ini kita memiliki obyek baru lagi dan kita akan mendapat pengetahuan yang lebih baru lagi. Demikian pengetahuan itu dari yang paling sederhana menuju kepada pengetahuan yang lebih luas dan kompleks.
Boleh dikatakan bahwa pikiran kita tidak pernah berhenti karena obyek yang dipikirkan selalu datang, sesuai dengan pengetahuan kita semakin banyak dan luas, maka obyek yang baru datang juga lebih besar dan lebih kompleks. Jadi kemampuan pikiran kita makin bertambah sesuai dengan pengetahuan yang kita miliki. Contoh : Seorang mempelajari logika dan matematika kemudian seorang itu bisa mencari hubungannya. Begitu juga dengan sejarah dan sosiologi, maka seorang yang menguasai berbagai bidang ilmu dapat memandang jauh lebih luas dari pada yang hanya mengenal satu bidang ilmunya saja.[5]
Menurut Aristoteles mengenal adalah suatu gambaran benda-benda di alam sekitar kita ini dalam kesadaran kita.
Menurut Imannuel Kant, adalah “Apabila kita mengenal suatu obyek itu tidak berarti kesadaran kita mengenal gambaran obyek itu tetapi kesadaran kita yang memberi bentuk pada obyek itu” sedangkan kita menangkap obyek itu kita hanya mempunyai gambaran pada pikiran kita saja belum dalam berbentuk benda apapun, hanya bayangan. Ternyata proses pengenalan dan penangkapan suatu obyek itu bertingkat-tingkat:
1.      Keadaan tidak tahu sama sekali
Dalam tingkat ini tidak dikenal adanya obyek. Obyek tidak disadari, kebenaran obyek tidak ada.
2.      Kebimbangan
Obyek menampakkan diri dalam pikiran tetapi kesadaran kita tidak dapat menerimanya, maka kesadaran harus memberi bentuk pada obyek itu.
3.      Mengira-ngira, menduga
Setelah kesadaran dapat menangkap suatu obyek itu tidak diakui sebagai kebenaran tetapi masih diteliti kembali apakah sudah sesuai antara bentuk yang diberikan dengan gambaran obyek yang diterima kesadaran.
4.      Pendapat
Setelah ada kesesuaian antara obyek dengan kesadaran maka ada pendapat tentang obyek  itu, kesadaran dapat memberri nama atau menjelaskan sifat-sifat dari obyeknya itu, namun masih perlu diteliti kembali.
5.      Keyakinan
Keyakinan merupakan pendapat yang telah dikoreksi dan dikuatkan.
6.      Kepastian
Dari tingkakt keyakinan perlu diuji lagi dengan hal-hal yang lebih luas sehingga diperoleh kepastian dari kebenaran obyek itu, dan pada tingkat kepastian ini tidak ada rasa kekhawatiran dan takut akan kekeliruan.[6]

C.     Aliran yang berhubungan dengan pengenalan kebenaran
Di atas telah dikatakan bahwa kita harus punya keyakinan akan kemampuan manusia untuk memperoleh kebenaran dan kepastian. Keyakinan kita ini akan kita peroleh apabila kita tahu cara kita mendapatkan kebenaran itu. Kita harus mampu menguji pendapat kita sendiri dan menguji pendapat orang lain yang akan kita terima. Kita tidak dapat mengujinya apabila kita tidak tahu cara memperolehnya. Misalnya:  kita diberitahu tentang fakta sejarah, sebelum kita menerima pemberitahuan itu, kita jadikan pengetahuan kita harus bertanya dulu bagaimana orang tersebut bisa mengetahui ini, sehingga kita bisa mengetahui atau membuktikannya kembali.[7]
Disini akan saya tunjukan beberapa aliran filsafat yang cukup berpengaruh:
1)      Rasionalisme
Rasionalisme merupakan segala sesuatu itu harus meletakkan dasar pengenalan pada akal, karena akal dapat memahami kenyataan ini. Kesalahan atau kebenaran itu terletak pada akal kita bukan bendanya, jadi kebenaran itu hanya ada pada akal saja.
2)      Impirisme
Impirisme menyatakan bahwa kita memperoleh pengetahuan atau mengenal kenyataan ini melalui pengalaman pancaindra. Antara subyek (manusia) dengan obyek yang diketahui (benda) terletak pengalaman pancaindra.
3)      Realisme
Dalam aliran realisme ada yang menyebutnya juga realisme naïf, yaitu realisme yang kekanak-kanakan. Maksudnya segala sesuatu yang kiat lihat itu bisa kita tafsirkan begitu saja, misalnya: pada waktu siang hari yang panas kita sering melihat air yang menggenangi jalan tetapi setelah kita dekati ternyata tidak ada apa-apa. Dari jauh kita melihat rel kereta api makin saling mendekat tapi setelah kita dekati rel kereta api itu tidak menyamung sama sekali.
Kita akan mendapat kesulitan kalau kita mengira bahwa obyek yang kita lihat itu kita tafsirkan begitu saja. Kita akan sering tertipu. Hal yang sebenarnya adalah demikian, ada dua hal yang terjadi pada waktu kita melihat suatu benda yaitu pertama kita menagkap data dan kita mengetaui bendanya, misal kita melihat pohon yaitu bentuknya, warnanya, daunnya, dan sebagainya, lalu akal kita mengetahui adanya pohon itu. Jadi benda memberikan datanya kepada pancaindra kita, kemudian akal menangkap data tersebut dari pancaindra kita, lalu membentuknya menjadi pengetahuan tentang obyeknya.
4)      Skeptisme
Kaum Skeptisme berpendapat bahwa kita dapat mengenal kebenaran suatu obyek, namun kita hanya menangkap data saja, dengan kata lain kita tidak dapat mengetahui bahwa kita mempunyai suatu pengetahuan.
Skeptisme adalah akibat dari kekacauan jiwa, karena kekacauan itu, orang menjadi banyak putus asa, orang menjadi tidak percaya adanya kebenaran, keadilan, kesusilaan, dsb,  dalam keadaan tiada kepastian seperti segala kekacauan orang lalu mudah terjun ke hal-hal yang praktis.[8]

D.    Norma-norma Kebenaran
Apabila pendapat yang kita katakan itu benar, maka kita perlu mengukurnya lagi kebenaran itu. Dengan alasan supaya kebenaran itu kita pastikan.
Ada beberapa cara kita mendapatkan suatu kebenaran antara lain yaitu:
1.      Kita diberitahu oleh orang lain yang kita anggap mengerti tentang kebenaran itu. Misalnya: kita belajar sejarah, tapi dari membaca tulisan ahli sejarah.
2.      Kita dapat menyaksikan sendiri kebenaran itu dengan mengadakan penelitian atau percobaan, misalnya kita belajar ilmu kimia, kita mencoba sendiri dilaboratorium, cara ini adalah langsung, kepastian yang diperoleh cara ini disebut kepastian batin.[9]
Bedasarkan coraknya kepastian dapat kita bedakan menjadi tiga:
a.       Kepastian methapisis
Kepastian ini adalah berdasar pada halnya apabila dibalikterjadi kemustahilan
Misalnya: Bapak adalah lebih tua dari anaknya.
b.      Kepastian fisis
Kepastian ini diperoleh dari pengalaman, kbalikan dari hal ini adalah salah tetapi tidak mustahil.
Misalnya: “Orang itu sakit,” kalau dibalik “orang itu tidak sakit” ini salah tetapi tidak mustahil.
c.       Kepastian moril
Kepastian ini diperoleh dari dalil psychologis atau kesusilaan.
Misalnya: Para ibu menyayangi anak mereka.[10]

IV.             KESIMPULAN
Logika materiil merupakan sebuah ilmu penalaran yang harus dicari kebenaran-kebenaran pada premis atau objek terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan.
Apabila kita berpikir tentu ada obyek yang dipikirkan, setelah obyek itu dipikirkan maka disimpan sebagai pengetahuan. Dengan pengetahuan yang baru kita peroleh ini kita memiliki obyek baru lagi dan kita akan mendapat pengetahuan yang lebih baru lagi.
proses pengenalan dan penangkapan suatu obyek itu bertingkat-tingkat mulai dari keadaan tidak tahu sama sekali, kebimbangan, mengira-ngira, menduga, pendapat., keyakinan, kepastian.
Beberapa aliran filsafat yang cukup berpengaruh: Rasionalisme, Impirisme, Realisme, Skeptisme
Ada beberapa cara kita mendapatkan suatu kebenaran antara lain yaitu: Kita diberitahu oleh orang lain yang kita anggap mengerti tentang kebenaran itu. Misalnya: kita belajar sejarah, tapi dari membaca tulisan ahli sejarah. Kita dapat menyaksikan sendiri kebenaran itu dengan mengadakan penelitian atau percobaan, misalnya kita belajar ilmu kimia, kita mencoba sendiri dilaboratorium, cara ini adalah langsung, kepastian yang diperoleh cara ini disebut kepastian batin. Bedasarkan coraknya kepastian dapat kita bedakan menjadi tiga: Kepastian methapisis, kepastian fisis, kepastian moril


V.                PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Arif, Oesman, Ilmu Logika Cet. II,  Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982.
Bertens, K.,  Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Yayasan Kanisius Yogyakarta, 1975.
Huda, Nuril, Logika Praktis - Jilid 1 Malang: “Almamater” YPTP IKIP Malang, 1974.
Muhajir, Noeng, Logika Formil dan Logika Matematika, Yogyakarta: “RAKE Press”, 1976.
Vloemans A., dkk, Logika,  Jakarta: Erlangga, 1967.


[1] Drs. Oesman Arif, Ilmu Logika Cet. II, ( Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982 ), hlm. 52
[2] Ibid., hlm. 52-53
[3] A. Vloemans dkk, Logika, ( Jakarta: Erlangga, 1967 ), hlm. 67
[4] Evidensi adalah cocok dengan kenyataan, Drs. Oesman Arif, Op. cit., hlm. 54
[5] Drs. Nuril Huda, Logika Praktis- Jilid 1 ( Malang: “Almamater” YPTP IKIP Malang, 1974 ), hlm. 78
[6] Drs, Noeng Muhajir, Logika Formil dan Logika Matematika, (Yogyakarta: “RAKE Press”, 1976), hlm. 70
[7]  Dr, K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, ( Yogyakarta: Yayasan Kanisius Yogyakarta, 1975 ),  hlm. 85
[8] Ibid., hlm. 87-88
[9] A. Vloemans dkk, Op. cit., hlm. 68-69
[10] Drs. Oesman Arif, Op.cit., hlm. 59-60