Rabu, 06 Juni 2012

sejarah perjalanan nabi muhammad hingga masa perkawinannya


SEJARAH KELAHIRAN MUHAMMAD SAW
HINGGA PERKAWINANNYA

MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu : Ibnu Fikri, M.Si.

 








Disusun Oleh:

Puji Lestari                                          ( 111 111 006 )
Syifa                                                    ( 111 111 012 )
Akhmad Basar                                                ( 111 111 075 )





FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012


SEJARAH KELAHIRAN MUHAMMAD SAW
HINGGA PERKAWINANNYA

I.                   PENDAHULUAN
Sesungguhnya Sirah Nabawiyah (perjalanan hidup Nabi SAW) termasuk setinggi-tinggi, semulia-mulia, dan seagung-agungnya ilmu dari segi tujuan maupun tuntutan. Dengan ilmu ini seorang muslim bisa mengenal keadaan agama dan nabinya, mengenal dengan apa Allah telah memuliakan beliau, mengenal pula apa yang telah beliau alami berupa musibah-musibah serta ujian dalam perjalan masa kecilnya dan lain sebagainya, dalam makalah kali ini akan kami bahas mengenai sejarah kalahiran beliau sampai pada beliau menikah dengan istri pertamanya yaitu Siti Khadijah.

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana proses kelahiran dan perkembangan Muhammad SAW?
B.     Apa yang disebut dengan perang fijar dan bagaimana prosesnya?
C.     Apa yang dimaksud dengan Hifdhul Fudul?
D.    Seperti apa proses pernikahan Rasul dengan Khadijah?

III.             PEMBAHASAN
A.     kelahiran dan perkembangan Muhammad SAW
Dalam bab ini dapat saya simpulkan menjadi dua bentuk pembahasan antara lain:
1.      proses kelahiran Nabi SAW
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di waktu pagi pada hari senin, tanggal 9 atau ada yang mengatakan tanggal 12, pada bulan Rabiul-Awal, jadi tanggal 9 adalah yang paling benar, sedangkan tanggal 12 adalah yang paling masyhur. di bagian selatan Jazirah Arab, Ayahnya, Abdullah, yang meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman[1] yang kemudian mengasuh Nabi pada saat masih kecil.
Sedangkan orang yang menangani beliau lahir (bidan)nya adalah Syifa’ Bintu ‘Amr yaitu dari sahabat Abdur-Rahman bin Auf, ketika ibu beliau melahirkannya, dari jalan lahirnya keluar cahaya yang menerangi istana-istana Syam. Aminah lalu mengirim utusan kepada Abdul-Muthalib untuk menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi. Maka datanglah Abdul-Muthalib dengan perasaan gembira dan bahagia, lalu membawa sang bayi memasuki ka’bah, bersyukur kepada Allah, mendoakan bayi tersebut, kemudian ia diberi nama Muhammad (yang terpuji) dengan harapan bayi tersebut akan terpuji. Ia pun melakukan aqiqah, mengkhitankannya padahari kertujuh.[2]
2.      Masa perkembangan Nabi SAW
Ø   Masa penyusuan
Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekkah bahwa anak yang baru lahir di susukan kepada salah seorang keluarga Sa’d. yang pertama menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaiba dengan air susu yang digunakan untuk menyusui anaknya yang bernama Masruh[3] baru setelah itu disusui oleh Halimah.
Kemudian Abu Lahab membebaskan budaknya itu sebagai ungkapan kegembiraan atas kelahiran Muhammad SAW, Meskipun nantinya Abu Lahab menjadi orang yang paling keras memusuhi beliau ketika mulai ditegakkannya dakwah Islam.
Ø   Diasuh ditengah-tengah Bani Sa’d
Karena salah satu tradisi dari bangsa Arab yang biasa mencari wanita-wanita yang menjual jasa menyusui bayi-bayi mereka di desa-desa, dengan tujuan untuk menjauhkan bayi-bayi itu dari penyakit-penyakit yang ada diperkotaan, juga agar urat-urat syaraf bayi tersebut kuat.
Allah pun menakdirkan datangnya wanita-wanita dari Bani Sa’d bin Bakr bin Hawazan mencari bayi-bayi yang bisa mereka susui, Nabi (yang masih bayi) pun ditawarkan kepada mereka akan tetapi mereka enggan untuk menyusuinya dengan alasan beliau pada saat itu kedaannya yatim. Ternyata dari beberapa wanita tersebut ada yang belum mendapat bayi susuan yaitu Halimah Bintu Abdullah bin Al-Harits bin ‘Abdul-‘Uzza.[4]
Ø  Berkah di dalam rumah susuan
Berkah benar-benar mengalir ke rumah tangga Halimah semenjak keberadaan Muhammad SAW di tengah-tengah mereka. Diantara riwayat yang menceritakan berkahnya yakni ketika Halimah dating ke Mekkah pada musim kemarau. Ia mengendarai keledai betina yang sangat lambat jalannya karena kondisinya yang lemah dan kurus. Ia juga memiliki unta betina yang tidak bisa mengeluarkan setetes pun air susu.
Namun ketika Halimah membawa Nabi SAW dan meletakkan beliau di pangkuannya, kedua susunya telah penuh dengan air susu yang beliau sukai, maka beliau pun meminumnya hingga kenyang.
Juga ketika Halimah dan suaminya hendak kembali ke dusun Sa’d, keledai yang dikendarai Halimah juga membawa Nabi SAW bisa berlari kencang meski muatannya penuh, sehingga tak ada satu pun keledai yang dapat menandinginya.
Kegembiraan menghampirinya lagi ketika mereka tiba di dusun Bani Sa’d, padahal saat itu musim kemarau yang panjang tapi kambing-kambing mereka telah dalam keadaan kenyang, lamung-lambungnya penuh dengan makanan dan putting-putingnya penuh dengan air susu lalu mereka memerah susu tersebut dan meminumnya, dikala orang-orang kesulitan mendapatkan setetes air susu perahan.
Selalu saja kedua suami istri itu mandapat kebahagiaan dan tambahan nikmat. Hingga selesailah masa susuan dan telah lewat masa dua tahun kemudian Halimah Menyapih Nabi SAW.[5]
Ø  Tetap tinggalnya Nabi SAW di Bani Sa’d setelah tahun penyusuan
Telah menjadi kebiasaan Halimah datang membawa Nabi SAW kepada ibu dan keluarga beliau setiap 6 bulan sekali, kamudian pulang membawa Nabi SAW kembali ke dusunnya Sa’d. ketika selesai masa susuan dan penyapihan, datanglah Halimah membawa beliau kepada ibundanya tapi Halimah berkeinginan keras agar beliau tetap tinggal bersamanya. Setelah melihat berkah dan kebaikannya. Maka ia memohon kepada ibunda Nabi agar membiarkan beliau tetap tinggal bersamanya hingga cukup kuat, karena ia mengakhawatirkan diri beliau sebab pada saat itu di kota Makkah banyak wabah penyakit.
Akhirnya ibunda mengijinkannya, kemudian pulanglah Halimah membawa Nabi SAW dengan keadaan gembira dan bahagia.[6]
Ø  Peristiwa pembelahan dada
Berkata Anas bin Malik R.A. “Sungguh Rasulullah SAW dihampiri oleh malaikat Jibril, sementara ia tengah bermain dengan anak-anak lain. Lalu dipegang dan dibaringakannya. Kemudian Jibril membelah dadanya dan mengambil jantungnya, sehingga ia bisa mengeluarkan segumpal darah darinya. Kemudian Jibril berkata, “Ini bagian syaitan pada dirimu” ia lalu mencuci jantung tersebut dengan air zam-zam pada bejana yang terbuat dari emas. Selanjutnya ia mengambil jantung itu yakni menggenggam dan mengumpulkannya, kemudian mengembalikan ketempat semula. Saat kejadian itu anak-anak bermainnya juga mendatangi ibu pengasuhnya (Halimah) mereka berkata: “Sungguh Muhammmad telah dibunuh” setelah itu Halimah menghampirinya tapi ia melihat wajah Nabi SAW pada saat itu berubah menjadi pucat.
Berkata Anas, “Benar-benar aku melihat bekas jahitannya da bagian dada Nabi SAW.”[7]
Ø  Kembali kepangkuan ibunda yang pengasih
Setelah kejadian itu Halimah benar-benar takut, kemudian Nabi SAW dipulangkan ke Mekkah dan tinggal bersama ibunda dan keluarga beliau sekitar 2 tahun (hingga umur sekitar 6 tahun). Selanjutnya ibunya membawa ke Madinah untuk berziarah ke makam ayah dan paman-paman dari kakek beliau dari Bani ‘Adi bin An-Najjar. Ikut pula bersama ibunda Nabi SAW yakni sang mertua ‘Abdul-Muthalib dan pembantunya, Ummu Aiman. Ia tinggal disana selama sebulan. Kemudian kembali pulang dan pada saat diperjalan ibunda Nabi SAW sakit parah hingga membawanya pada kematian. Kemudian dimakamkan disana.
Ø  Dalam lindungan sang kakek yang penyayang
Kembalilah kakek Nabi SAW ‘Abdul-Muthalib bersama beliau melanjutkan perjalanannya menuju Makkah. Abdul-Muthalib merasakan hatinya demikian pedih atas musibah yang baru dialamiyah. Maka timbul rasa kasih sayang yang belum pernah ia berikan kepada salah seorang dari anak-anaknya, ia agungkan kedudukan cucnya itu, ia utamakan di atas anak-anaknya, ia muliakan dengan setinggi-tingginya kemuliaan, dan ia dudukan beliau SAW ditempat duduk yang khusus dimana tak ada seorang pun yang berani duduk diatasnya.
Namun semua itu tidak berlangsung lama, ia wafat dua tahun kemudian, dimana umur Nabi SAW pada saat itu masih 8 tahun lebih 2 bulan 10 hari.[8]
Ø  Dalam lindungan sang paman yang penyayang
Tanggung jawab hidup Nabi SAW kemudian ditanggung oleh pamannya yakni Abu Thalib, saudara kandung ayah beliau. Abu Thalib pun memperlakukannya dengan rasa kasih sayang dan rasa cinta yang lebih. Ia memang orang yang memiliki sedikit harta, tetapi Allah memberikan berkah pada hartanya hingga satu makanan bisa mengenyangkan seluruh keluarganya. Jadilah sikap Rasulllah sebagai contoh sikap qanaah, dan sabar, dan merasa cukup apa yang telah Allah berikan.[9]
Ø  Perjalanan Nabi ke Syam dan Bahira Ar-Rahib
Suatu waktu, Abu Thalib bermaksud untuk pergi berdagang ke Syam dengan kafilah dagang Quraisy, sementara umur beliau ketika itu 12 tahun. Ada yang mengatakan lebih 2 bulam 10 hari. Rasulullah pun merasa berat berpisah dengan pamanya itu. Pada diri Abu Thalib, muncul perasaan iba kepada diri Rasulullah SAW hingga mengajaknya ikut serta. Ketika kafilah tiba di dekat kota Bushra di pinggiran kota Syam, mereka dihampiri salah satu pembesar pendeta Nashrani. Ia adalah Bahirah Ar-Rahib.
Ia berkata: “Anak ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini adalah utusan Rabb semesta alam. Ia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh alam.” Maka orang itu bertanya: “Dari mana engkau tahu hal itu?” Bahirah menjawab: “Sebenarnya ketika kalian mendaki bukit, tidaklah bebatuan maupun pepohonan terlihat tunduk sujud, bukankah mereka tunduk sujud hanya kepada seorang nabi, dan sungguh aku mengetahuinya dari tanda cap kenabiannya yang ada di bawah tulang rawan bahuya yang menyerupai buah apel, dan kami menjumpai keterangan itu di kitab-kitab kami.
Kemudian Bahira menghormati mereka, dan mereka disarankan untuk pulang karena khawatir akan diganggu orang-orang Yahudi dan Romawi. Abu Thalib kemudian mengembalikan Nabi SAW ke Makkah.[10]

B.     Perang Fijar
Ketika Nabi SAW berumur 20 tahun di bulan Syawal, terjadi peperangan di pasar Ukazh antara kabilah-kabilah Quraisy dan kinanah di satu kubu kabilah Qais dan Ailan di kubu yang lain. Peperagan berkecambuk seru dan berguguranlah pasukan kedua belah pihak. Kemudian setelah itu mereka pun berdamai. Pihak yang jumlah korbanya lebih banyak berhak mengambil tebusan atas kerugian ini.
Peperangan pun usai. Mereka berusaha membuang rasa permusuhan dan kebencian diantara mereka.
Nabi SAW, ikut serta dalam peperangan tersebut, beliau bertugas menyiapkan anak-anak panah untuk paman-paman beliau. Dan peperagan tersebut dinamakan sebagai perang Al-Fijar (Pelanggaran), karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram Makkahpada bulan haram. Perang ini terjadi empat kali, masing-masing terjadi setiap tahun dan peristiwa ini adalah yang terakhir kalinya. Tiga kejadian sebelumya selesai setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang buruk, namun tidak sampai terjadi pertempuran, kecualipada peristiwa yang empat saja.[11]

C.     Mendirikan Hifdhul Fudhul
Seusai peperangan tersebut di bulan Dzulqa’dah, terjadi Hifdhul Fudhul di antara lima suku dari kabilah Quraisy, mereka adalah: Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Bani Asad, Bani Zuhrah,dan Bani Taim.
Penyebabnya bermula ketika seorang dari Bani Zubaid datang membawa barang ke Makkah. Lalu Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy membeli barang darinya tapi tidak membayarnya. Maka orang Bani Zubaid itu minta tolong kepada Bani Abdud-Dar, Bani Makhzum, Bani Jumah, Bani Sahm,dan Bani ‘Adi, namun mereka tidak memperdulikanya. Sehingga ia pun naik ke bukit Abu Qubais dan menyebutkan kedzaliman Al-‘Ash dalam bait-bait syair, lalu memanggil-manggil orang yang bisa membantu membebaskan haknya. Maka Az-Zubair bin Al-Muthalib yang bermaksud mengupayakan. Hingga kumpul kabilah-kabilah yang telah disebutkan tadi di rumah Abdullah bin Jad’an (Pemimpin Bani Taim), mereka mengukuhkan perjanjian dan ikatan agar di kota Makkah tidak lagi dijumpai orang yang didzalimi oleh penduduknya atau yang lainnya, mereka akan ditindak hingga dapat dikembalikan hak yang terdzalimi. Kemudian mereka pun bergerak menuju Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy, untuk mengambil kembali hak orang Az-Zubaidy dan menyerahkan kepada pemiliknya. Hadir di dalam Hilful-Fudhul tersebut Rasulullah SAW bersama paman-paman beliau.[12]

D.    Pernikahan dengan Khadijah
Seseorang yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya.[13]
Khadijah melihat, sifat amanah dan berkah beliau merupakan sesuatu yang mengagumkan banyak hati. Maisarah pun menceritakan kepada Khadijah apa yang ia lihat pada diri beliau berupa kemuliaan budi pekerti dan bersihnya dari aib. Juga diceritakan kejadian yang luar biasa yang terjadi pada beliau seperti naungan dua malaikat di kala panas terik. Khadijah pun merasa menemukan apa yang selama ini ia cari, ada pada diri Rasulullah SAW, ia mengutus teman perempuannya untuk mengutarakan keinginannya menikah dengannya beliau pun menyetujuinya baru kemudian beliau membicarakan hal ini kepada paman-pamannya, akhirnya mereka pun menyetujuinya lalu mereka melamarkan Khadijah untuk beliau tak lama kemudian ia menikahkan Khadijah dengan Nabi SAW di hadapan Bani Hasyim dan para pemuka Quraisy dengan mahar senilai 20 ekor Unta muda. Ada yang mengatakan enam ekor Unta muda sedangkan yang menyampaikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, ia ber-tahmid (memuji) kepada Allah, menyanjungnya, lalu ia meyebutkan kemuliaan nasab setelah itu ia menyebutkan kalimat akad dan menerangkan maharnya.[14]
Pernikahan ini terjadi sepulang beliau dari Syam selang dua bulan beberapa hari. Ketika itu umur Nabi 25 tahun. Adapun umur Khadijah 40 tahun. Ia adalah istri pertama Nabi SAW ada juga yang mengatakan 28 tahun. Sebelumnya Khadijah pernah menikah dengan ‘Atiq bin ‘Aidz Al-Makhzumy, yang kemudian meninggal dunia, lalu Khadijah menikah dengan Abu Halah At-Taimy kemudian ia pun meninggal dunia setelah menurunkan seorang anak. Setelah itu para tokoh Quraisy banyak yang berkeinginan untuk menikahi Khadijah, namun ia enggan menikah sampai akhirnya ia menikahi Nabi SAW. Adapun putra-putri Nabi SAW dari khadijah R.A mereka antara lain: Al-Qasim, kemudian Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah.[15]

IV.             KESIMPULAN
Masa kelahiran beliau hingga masa perkembangan beliau dapat kami kategorikan kedalam dua subtema atau bentuk pembahasan yaitu: masa proses kelahiran Nabi SAW dan masa perkembangannya yaitu antaralain: masapenyusuan, diasuh ditengah-tengah Bani Sa’d, berkah di dalam rumah susuan, tetap tinggalnya Nabi SAW di Bani Sa’d setelah tahun penyusuan, peristiwa pembelahan dada, kembali kepangkuan ibunda yang penyayang,dalam lindungan sang kakek yang penyayang, dalam lindungan sang paman yang penyayangbdan perjalanan Nabi SAW ke Syam dan Bahira Ar-Rahib.
Perang fijar terjadi ketiak Nabi SAW berumur 20 tahun di pasar Ukazh antara kabilah-kabilah Quraisy dan kinanah di satu kubu kabilah Qais dan Ailan di kubu lain. Peperagan berkecambuk seru dan berguguranlah pasukan kedua belah pihak. Kemudian setelah itu mereka pun berdamai. Pihak yang jumlah korbanya lebih banyak berhak mengambil tebusan atas kerugian ini. kemudian Mereka membuang rasa permusuhan dan kebencian diantara mereka. Nabi SAW, ikut serta dalam peperangan tersebut, beliau hanya bertugas menyiapkan anak-anak panah. Dan peperagan tersebut dinamakan sebagai perang Al-Fijar (Pelanggaran), karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram Makkah pada bulan haram. Perang ini terjadi empat kali, masing-masing terjadi setiap tahun dan peristiwa ini adalah yang terakhir kalinya. Tiga kejadian sebelumya selesai setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang buruk, namun tidak sampai terjadi pertempuran.
Seusai perang, di bulan Dzulqa’dah, terjadi Hifdhul Fudhul di antara lima suku dari kabilah Quraisy, mereka adalah: Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Bani Asad, Bani Zuhrah,dan Bani Taim. Penyebabnya seorang dari Bani Zubaid datang membawa barang ke Makkah. Lalu Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy membeli barang darinya tapi tidak membayarnya. Maka mereka minta tolong kepada kabilah-kabilah lain, namun kabilah yang dimintai pertolongan tersebut tidak memperdulikanya Sehingga mereka naik bukit dan menyebutkan kedzaliman Al-‘Ash dalam bait-bait syair, lalu memanggil-manggil orang yang bisa membantu membebaskan haknya Maka Az-Zubair bin Al-Muthalib yang bermaksud mengupayakan. Hingga kumpul kabilah-kabilah yang telah disebutkan tadi di rumah Abdullah bin Jad’an (Pemimpin Bani Taim), mereka mengukuhkan perjanjian dan ikatan agar di kota Makkah tidak lagi dijumpai orang yang didzalimi oleh penduduknya atau yang lainnya. Kemudian mereka pun bergerak menuju Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy, untuk mengambil kembali hak orang Az-Zubaidy dan menyerahkan kepada pemiliknya. Hadir di dalam Hilful-Fudhul tersebut Rasulullah SAW bersama paman-paman beliau.
Seseorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang lebih dari biasanya. Kejadian seperti itu akhirnya membuat Khadijah jatuh cinta kepada Muhammad ia mengutus teman perempuannya untuk mengutarakan keinginannya menikah dengannya beliau pun menyetujuinya kemudian beliau membicarakan hal ini kepada paman-pamannya, akhirnya mereka pun menyetujuinya lalu mereka melamarkan Khadijah untuk beliau tak lama kemudian ia menikahkan Khadijah dengan Nabi SAW di hadapan Bani Hasyim dan para pemuka Quraisy dengan mahar senilai 20 ekor Unta muda. Ada yang mengatakan enam ekor Unta muda sedangkan yang menyampaikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, ia ber-tahmid (memuji) kepada Allah, menyanjungnya, lalu ia meyebutkan kemuliaan nasab setelah itu ia menyebutkan kalimat akad dan menerangkan maharnya. Pernikahanya terjadi sepulang beliau dari Syam. Ketika itu umur Nabi 25 tahun. Adapun umur Khadijah 40 tahun. Ia adalah istri pertama Nabi SAW, ada juga yang mengatakan 28 tahun. Sebelumnya Khadijah pernah menikah dengan ‘Atiq bin ‘Aidz Al-Makhzumy, yang kemudian meninggal dunia, lalu Khadijah menikah dengan Abu Halah At-Taimy kemudian ia pun meninggal dunia setelah menurunkan seorang anak. Setelah itu para tokoh Quraisy banyak yang berkeinginan untuk menikahi Khadijah, namun ia enggan menikah sampai akhirnya ia menikahi Nabi SAW. Adapun putra-putri Nabi SAW dari khadijah R.A mereka antara lain: Al-Qasim, kemudian Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah.

V.                PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.



DAFTAR PUSTAKA

Al-Mubarakfurry,Syafiyyur-Rahman, Sirah Nabawiyah, Tegal: Maktabah Dar Al-Fiha’, 2007.
Asrori, Maulid Berjanji,  Magelang: Menara Kudus, 1982.
Najieh, Abu Ahmad, Terjamah Maulid Al-Berzanji, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1987.
http://duniabaca.com/sejarah-perjalanan-hidup-nabi-muhammad-saw.html
http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html


[1] Ummu Aiman adalah seorang budak peninggalan ayah Muhammad, Ummu Aiman sempat hidup dan masuk Islam, lalu berhijrah dan meninggal dunia setelah wafatnya Nabi selang waktu 5 atau 6 bulan. Lihat KH. H. Asrori Maulid Berjanji, ( Magelang: Menara Kudus, 1982 ), hlm. 23-25
[2] Para Ulama’ berbeda pendapat tentang khitannya Rasulullah  SAW: (1) beliau lahir dalam keadaan yang telah khitan. Tapi tidak ada satu haditspun yang shahih dalam masalah ini, bahkan  disebutkan oleh Ibnul Jauzy dalam Al Maudhuat. (2) beliau dikhitan  ketika peristiwa pembelahan dada oleh para malaikat ketika beliau dalam asuhan  As-Sya’diyah. (3) beliau dikhitan oleh kakeknya Abdul-Muthalib pada hari ketujuh  diadakan acara makan dan diberi nama Muhammad. Pendapat ketiga inilah yang dipilih oleh Kamaluddin Ibnul ‘Adin dan dikuatkan oleh Ibnu Qayyim dalam Zaadul Ma’ad, Lihat;  Abu Ahmad Najieh, Terjamah Maulid Al-Berzanji, ( Surabaya: Mutiara Ilmu, 1987 ), hlm. 26-29.
[3] Tsuwaiba adalah seorang budak dari Abu Lahab, sebelum menyusui Nabi SAW Tsuwaiba pernah pula menyusui  Hamzah bin Abdul-Muthalib dan setelah Nabi SAW ia menyusui pula Abu salamah bin Abdul-Asad Al-Mahzumy. Sehingga mereka semua adalah saudara menurut sebagian keterangan, ada yang menatakan bahwa Tsuwaiba meninggal dunia masih tetap menganut agama secara jahiliyah dan menurut keterangan lain ia meninggal dunia telah menganut agama Islam demikian menurut Ibnu Mandah Wallahu Alam. Lihat KH. H. Asrori, Op.cit., hlm. 29-32
[4] Ibid., hlm. 33
[5] Abu Ahmad Najieh, Op.cit., hlm. 41-43
[6] http://duniabaca.com/sejarah-perjalanan-hidup-nabi-muhammad-saw.html diapload pada hari Jum’at tanggal 15 juni 2007
[7] Syafiyyur-Rahman Al-Mubarakfurry, Sirah Nabawiyah, ( Tegal: Maktabah Dar Al-Fiha’, 2007 ), hlm. 9-10.
[8] Ibid., hlm.11
[9] Ibid., hlm. 12
[10] Abu Ahmad Najieh, Op.cit., hlm. 57-65
[11] http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html diapload pada hari  minggu, tanggal 17 juni 2007
[12] Syafiyyur-Rahman Al-Mubarakfurry, Op.cit., hlm. 13-14
[13] http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html, Op.cit,
[14] Syafiyyur-Rahman Al-Mubarakfurry, Op.cit., hlm. 16
[15] Mengenai jumlah mereka dan urutannya ada yang mempunyai pendapat berbeda , Ibid., hlm. 17

Tidak ada komentar:

Posting Komentar