Senin, 04 Juni 2012

aliran mu'tazilah


ALIRAN MU’TAZILAH

I.                   PENDAHULUAN
Setelah terjadinya proses Arbitrase (Takhkim) akhirnya  menimbulkan banyak aliran-aliran theologi dalam Islam, persoalan-persoalan ini di latarbelakangi oleh persoalan politik yang kemudian menimbulkan persoalan-persoalan dan pertanyaan-pertanyaan baru, yaitu pertanyaan tentang seputar status ke-Islaman bagi orang-orang yang terlibat dalam arbitrase (takhkim) tersebut siapakah diantara mereka yang masih Islam ataukah yang telah murtad. Akhirnya menjadikan perdebatan yang berkepanjangan dan lahirnya perbedaan-perbedaan pendapat tentang menjawab ini semua. Aliran Mu’tazilah ini merupkan salah satu dari aliran-aliran tersebut, aliran Mu’tazilah adalah aliran pikiran Islam yang terbesar dan tertua, yang telah memainkan peranan yang sangat penting, pertanyaanya darimana lahirnya Aliran MU’tazilah ini? Siapakah tokoh yang pertama kali memproklamirnya? Mengapa aliran ini lahir? Apa alasannya? untuk menganggapi itu semua akan kami bahas dalam makalah ini, dan pertanyaan-pertanyaan selanjutnya semua telah kami rangkum dalam rumusan masalah kami yang diantaranya sebagai berikut;

II.                RUMUSAN MASALAH
A.    Bagaimana Sejarah Timbulnya Aliran Mu’tazilah?
B.     Bagaimana dengan pokok-pokok ajarannya?
C.     Apa saja sekte/madzhab pokok-pokok ajaran masing-masing?
D.    Bagaimana pengaruh infiltrasi theologi Mu’tazilah terhadap organisasi Islam kontemporer?

III.             PEMBAHASAN
A.     Sejarah timbulnya aliran Mu’tazilah
Aliran Mu’tazilah itu dulunya satu jalan atau satu pendapat dengan aliran  Khawarij, tapi lambat laun dengan berjalannya waktu aliran Khawarij ini terpecah menjadi menjadi beberapa sekte. Terkait dengan konsep pertanyaan awal yaitu tentang siapa yang kafir dan siapa yang masih Islam? Aliran Mu’tazilah ini lahir dalam dunia theologi Islam dan menjadi aliran baru (sudah tidak lagi sependapat dengan aliran Khawarij) itu urutan ke-tiga setelah aliran Murji’ah.
Dalam sub bab ini kami akan menyajikan dua sub judul antara lain yaitu:
a.       Asal-usul nama Mu’tazilah
Secara harfiah nama Mu’tazilah itu adalah berasal dari I’tazala yang berarti berpisah, jadi Aliran Mu’tazilah (memisahkan diri).[1] Nama “Mu’tazilah” bukan ciptaan dari golongan Mu’tazilah itu sendiri, tetapi diberikan oleh orang lain. Karena orang Mu’tazilah terdahulu sering berpendapat atau menamakan dirinya itu dengan sebutan “Ahli Keadilan dan Keesaan” (ahli adli wa at-tauhid). Nama “Mu’tazilah” itu diberikan karena:
1.      Orang-orang Mu’tazilah menyalahi pendapat sebagian besar umat, karena mereka (orang Mu’tazilah) menjauhkan diri dari semua pendapat yang telah ada tentang hukum orang yang mengerjakan dosa besar. Faham Murji’ah berpendapat bahwa pembuat dosa besar termasuk orang mu’min, sedangkan menurut Khawarij Azariqah ia termasuk orang kafir. Dan menurut Hasan al Basri ia menjadi orang munafik, kemudian Wasil bin ‘Atha berpendapat ia bukan mu’min, dan bukan kafir tetapi fasik.
2.      Abu Huzdaifah Wasil bin Atha’ al-Ghazali, pendiri aliran Mu’tazilah, berbeda pendapat dengan gurunya, yaitu Hasan Basri dalam soal tersebut, yang karenanya ia memisahkan diri dari pelajaran yang diadakan gurunya dan berdiri sendiri. Aliran ini lahir pada masa Abdul Malik bin Marwan, kemudian mendapat pengikut banyak. Kemudian Hasan Basri berkata: “Wasil telah memisahkan diri dari kami”. Sejak saat itu maka Wasil dan teman-temannya disebut “golongan yang memisahkan diri” (Mu’tazilah).
3.      Ahmad Amin dalam bukunya (fajar Islam 1/344) berpendapat bahwa yang mula-mula memberikan nama “Mu’tazilah” adalah orang-orang Yahudi. Seperti diketahui, sepulang mereka (orang Mu’tazilah) dari tawanan di Siria (perang Meccabea melawan Antiochus IV, raja Siria, abad empat atau ke-tiga sebelum lahirnya Nabi Isa) timbullah diantara mereka golongan Yahudi “PHARISEE” yang artinya “Memisahkan diri” (dari bahasa Ibrani, parash: to separate), maksud sebutan ini tepat sekali dipakai untuk orang-orang Mu’tazilah. Selain itu pendapat golongan Yahudi Pharisee mirip denga aliran Mu’tazilah, yaitu bahwa semua perbuatan bukan Tuhan yang mengadakannya,
Akan tetapi pendapat yang terakhir ini kurang tepat, karena motif berdirinya orang Pharisee berlainan dengan motif pendirinya golongan Mu’tazilah.[2]
b.      Suasana lahirnya Mu’tazilah
Sejak Islam Meluas, banyaklah bangsa-bangsa yang masuk Islam untuk hidup di bawah naungannya. Akan tetapi tidak semuanya memeluk dengan segala keikhlasan, ini di mulai sejak zaman Mu’awiyah karena mereka telah memonopoli segala kekuasaan pada bangsa Arab sendiri. Tindakan ini menimbulkan kebencian terhadap bangsa Arab dan berkeinginan untuk menghancurkan Islam dari dalam.
Diantara musuh-musuhnya dari dalam yaitu: golongan Rafidlah,[3] dalam keadaan yang demikian muncullah golongan Mu’tazilah yang berkembang dengan pesatnya aliran ini Mu’tazilah lahir di kota Basrah (Irak), pusat ilmu dan  peradaban Islam kala itu, tempat perpaduan aneka kebudayaan asing dan pertemuan berbagai agama.
Golongan-golongan yang mempengaruhi aliran Mu’tazilah antara lain: orang-orang Yahudi (misalnya dalam soal baharunya Qur’an) dan orang-orang masehi, seperti Saint John of Damascus (676-749) yang terkenal dengan nama Ibnu Sarjun, Tsabit Qurah (836-901) murid John.
Dari John of Damascus diambil teori yang mengatakan bahwa, Tuhan adalah zat yang baik, menjadi sumber segala kebaikan dan tidak dapat mengerjakan keburukan.
Dari Tsabit Qurah diambil teori pemujaan akal; dengan akal pikiran semata-mata manusia dapat megetahui adanya Tuhan; dengan akal pikirannya pula dapat mengetahui baik dan buruk dan dari Tsabit pula diambil cara-cara pembenaran agama dengan alsan-alasan fikiran.[4]
Orang-oarang Mu’tazilah dengan giatnya mempelajari filsafat Yunani untuk mempertahankan pendapat-pendapatnya dan ajaran-ajaran Islam.

B.     Pokok-pokok ajaran Mu’tazilah
Orang-orang Mu’tazilah harus memegangi lima prinsip dasar utama antara lain yaitu:
a.       Tauhid (pengesaan)
Tauhid adalah dasar Islam pertama dan yang paling utama. Sebenarnya tauhid ini bukan milik khusus golongan Mu’tazilah, tetapi karena mereka menafsirkannya sedemikian rupa dan mempertahankannya dengan sungguh-sungguh maka mereka terkenal sebagai ahli Tauhid.
Al-asy’ary menyebutkan tafsiran mereka sebagai berikut:
Tuhan itu Esa, tidak ada yang menyamainya, bukan benda (Jisism), bukan orang (Syakhs) bukan Jauhar, bukan pula aradi…..tidak berlaku padanya masa. . . .tidak mungkin mengambil tempat (ruang), tidak bisa disifati dengan sifat-sifat yang ada pada makhluk yang menunjukan ketidak-azali-annya……tidak dapat dicapai pancaindra……tidak dapat dilihat mata kepala dan tidak bisa digambarkan akal fikiran…..ia maha mengetahui, berkuasa dan hidup, tetapi tidak seperti orang yang mengetahui, yang berkuasa dan orang yang hidup…..hanya ia sendiri yang qadim, tidak ada yang lain, tidak ada yang menolongnya dalam menciptakan apa yang diciptakannya dan tidak membikin makhluk karena contoh yang telah ada terlebih dahulu.”
b.      Al-adl (keadilan)
Dasar keadilan ialah meletakkan partanggung jawaban manusia atas segala perbuatannya.
Golongan Mu’tazilah menafsirkan keadilan tersebut sebagai berikut:
Tuhan tidak menghendaki keburukan, tidak mencipta perbuatan manusia, manusia bisa mengerjakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-larangan-Nya, karena qodrat (kekuasaan) yang dijadikan Tuhan pada diri mereka. Ia tidak memerintah kecuali apa yang dikehendakiNya dan tidak melarang kecuali apa yang dilarangNya. Ia hanya menguasai kebaikan-kebaikan yang diperintahkan-Nya dan tidak tahu menahu (bebas) dari  keburukan-keburukan yang dilarang-Nya”.[5] Yang mereka maksud dengan keadilan adalah keyakinan bahwasanya kebaikan itu datang dari Allah, sedangkan. Dalilnya kejelekan datang dari makhluk dan di luar kehendak Allah karena Allah telah berfirman dalam al-Qur’an (QS, Al-Baqarah: 205)
4ع................Ótëy¯<uqs?#sŒÎ)ur 4
Artinya: “Dan Allah tidak suka terhadap kerusakan.” (Al-Baqarah: 205) dan dilanjutkan dalam (QS, Az-Zumar:7)
ع،.‘‘....................... (4 Í tøÿä3ø9$#nÏŠ$t7ÏèÏ9ÓyÌötƒwur.................
Artinya: “Dan Dia tidak meridhai kekafiran bagi hamba-Nya”. (Az-Zumar:7).[6]
c.       Wa’d wal wa’id (janji ancaman)
Prinsip ini adalah kelanjutan prinsip keadilan yang harus ada pada Tuhan. Golongan Mu’tazilah yakin bahwa janji Tuhan akan memberikan pahala dan ancaman-Nya akan menjatuhkan siksa atau neraka pasti dilaksanakan. Karena Tuhan sudah menjanjikan demikian. “Siapa yang berbuat baik akan dibalas dengan kebaikan dan siapa yang berbuat jahat akan dibalas dengan kejahatan pula”. Tidak ada pengampunan terhadap dosa besar tanpa taubat,
d.      Al-manzilah baina al-manzilatain (tempat diantara dua tempat)
Prinsip ini sangat penting yang karenanya Washil bin Atha’ memisahkan diri dari gurunya Hasan Basri. Wasil memutuskan bahwa orang yang berbuat dosa besar selain syirik. Tidak mukmin tidak kafir, tetapi fasik, jadi kefasikan adalah suatu hal yang berdiri sendiri antara iman dan kafir.[7]
e.       Amar ma’ruf nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang kejahatan)
Prinsip ini lebih banyak berhubungan dengan taklif dan lapangan fiqih daripada lapangan kepercayaan atau tauhid. Banyak ayat-ayat Qur’an yang memuat prinsip ini, antara lain Surat Ali Imran ayat 104 dan Lukman ayat 17. Prinsip ini harus dijalankan oleh setiap orang Islam untuk penyiaran agama dan memberi petunjuk kepada orang-orang yang sesat.[8]

C.     Sekte/Madzhab dari ajaran Mu’tazilah
Dalam sekte Mu’tazilah terdapat beberapa sekte antara lain yaitu:
1)      Sekte Huzail
Pemimpinnya adalah Abul-Huzail al-Allaf (135 H­­-235 H atau 751-849 M). ia memimpin di Basrah, karena dialah aliran Mu’tazilah mengalami kepesatan, pendapatnya antara lain:
Ø  Tentang aradl; Dinamakan aradl bukan karena mendatang pada benda-benda, karena banyak aradl yang terdapat bukan pada benda, seperti waktu, abadi dan hancur. Ada aradl yang abadi dan ada yang tidak abadi.
Ø  Menetapkan adanya bagian-bagian yang tidak dapat dibagi-bagi (atom).
Ø  Gerak dan diam; benda yang banyak bagian-bagiannya bisa bergerak dengan satu bagian yang bergerak. Menurut mutakalimin, hanya bagian itu sendiri yang bergerak.
Ø  Hakekat manusia; hakekatnya adalah badannya, bukan jiwanya (nafs atau rukh)
Ø  Gerak penghuni Sorga dan Neraka; Gerak-gerik mereka akan akan berakhir dan menjadi ketenangan (diam), didalam ketenangan ini terkumpul semua kesenangan dan siksaan.
Ø  Qadar; manusia bisa mengadakan perbuatan-perbuatannya di dunia, akan tetapi kalau sudah berada di akhirat tidak berkuasa lagi.
Ø  Khabar tentang sesuatu yang dapat dicapai pancaindera hanya bisa diterima apabila diberitakan oleh 20 orang sekurang-kurangnya, seorang diantaranya dari ahli sorga (maksudnya golongan Mu’tazilah).[9]
2)      Sekte Nazzam
Sekte ini pemimpinnya adalah Ibrahim bin Sayyar (wafat 231 H/ 845 M), murid dari Abul Huzail al-Allaf, ketika ia kecil ia banyak bergaul dengan orang-orang bukan dari golongan Islam dan sesudah dewasa banyak berhubungan dengan filosof-filosof masanya, pendapatnya antara lain:
Ø  Tentang benda (Jisim); Selain gerak, semua yang ada disebut jisim, termasuk warna, bau dsb.
Ø  Tidak mengakui adanya bagian yang tidak dapat dibagi-bagi. Ia mengatakan bahwa sesuatu bagian bagaimanapun kecilnya dapat dibagi-bagi.
Ø  Berita yang benar ialah berita yang diriwayatkan oleh imam yang ma’sum
Ø  I’jaz Qur-an (daya pelemah) terletak dalam pemberitaan hal-hal yang gaib.[10]
3)      Sekte Jahiz
Sekte ini dipimpin oleh Amr bin Bahr (wafat 255 H/840 M), ia terkenal tajam penanya, banyak karangannya dan gemar membaca buu-buku filsafat, terutama filsafat alam. Karangan-karangannya yang masih ada hanyalah yang bertalian dengan kesusasteraan.[11]
4)      Sekte Jubba’i
Sekte ini dipimpin oleh Al-Juba’I (wafat 303 H), ia guru imam Al Asy’ari (tokoh Ahli Sunnah).
5)      Sekte Mu’tamir
Sekte ini dipimpin oleh Bisyr bin Al Mu’tamir (wafat 226 H), ia pelopor aliran Mu’tazilah di Bagdad. Bukunya “Al Bayan Wat Tabyin” sehingga menimbulkan dugaan bahwa ia adalah orang yang pertama-tama mengdakan ilmu Balagah.
6)      Sekte Az Zamahsyari
Sekte ini dipimpin oleh az-Zamahsyari (467-538 H), ia menjadi tokoh dalam ilmu tafsir, nahwu, dan paramasastra seperti yang bisa dilihat dalam tafsirnya “Al Kasysyaf”.[12]

D.    Infiltrasi theologi Mu’tazilah terhadap organisasi Islam kontemporer
Beberapa cendekiawan modernis telah mengidentifikasikan diri mereka secara terang-terangan sebagai seorang Mu’tazilah. Harun Nasution merupakan salah satu dari orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan Mu’tazilah di era modern ini. Meskipun banyak orang muslim yang mengkritik Islam tradisionalis telah mengambil aspek-aspek tertentu dari mu’tazilah khususnya penekanan terhadap rasionalis. Tetapi hal tersebut tidak jelas ketika dibuktikan hal ini  memberikan kesan bahwa alran Mu’tazilisme bukan lagi berfungsi sebagai sumber utama doktrin untuk membagi sebuah argumen dalam melawan tradisionalisme. Tapi lebih sebagai simbol keinginan untuk menjadi islam di tengah dunia modern dan plural, di Indonesia merupakan salah satu negara plural.[13]
Contoh: Di kalangan NU, yang diusung adalah gerakan kultural; bukan Indonesia yang Islami, tapi Islam yang Indonesiawi.  Dengan demikian, orang dibebaskan untuk menafsirkan Islam sesuai latar belakang kulturalnya masing-masing.  Ini adalah salah satu wajah pluralisme.  Adapun di kalangan warga Muhammadiyah, isu yang dijual adalah progresifitas, penafsiran Islam sesuai jaman dan pembaharuan (tajdid).  Istilah-istilah seperti ini umumnya tidak bermasalah, hanya saja penggunaannya memang problematis.  Sebagai contoh, jika ‘sesuai jaman’ artinya ajaran Islam berbuah sesuai selera manusia pada jamannya, maka ini adalah sebuah penyimpangan.[14]

IV.             KESIMPULAN
Aliran Mu’tazilah itu dulunya satu pendapat dengan aliran  Khawarij, tapi lambat laun dengan berjalannya waktu aliran Khawarij ini terpecah menjadi menjadi beberapa sekte. Aliran Mu’tazilah ini lahir dalam dunia theologi Islam dan menjadi aliran baru itu urutan ke-tiga setelah aliran Murji’ah. Nama “Mu’tazilah” bukan ciptaan dari golongan Mu’tazilah itu sendiri, tetapi diberikan oleh orang lain. Karena orang Mu’tazilah terdahulu sering berpendapat atau menamakan dirinya itu dengan sebutan “Ahli Keadilan dan Keesaan” (ahli adli wa at-tauhid). Wasil bin Ata’, adalah seorang pendiri aliran Mu’tazilah.
Orang-orang Mu’tazilah harus memegangi lima prinsip dasar utama antara lain yaitu: (1) Tauhid (pengesaan), (2) Al-adl (keadilan), (3) Wa’d wal wa’id (janji ancaman), (4) Al-manzilah baina al-manzilatain (tempat diantara dua tempat), (5) Amar ma’ruf nahi munkar (perintah kebaikan dan melarang kejahatan).
Dalam sekte Mu’tazilah terdapat beberapa sekte antara lain yaitu: 1) Sekte Huzail, 2) Sekte Nazzam, 3) Sekte Jahiz, 4) Sekte Jubba’I, 5) Sekte Mu’tamir, 6) Sekte Az ZamahSyari.
Harun Nasution merupakan salah satu dari orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan Mu’tazilah di era modern ini. Meskipun banyak orang muslim yang mengkritik islam tradisionalis telah mengambil aspek-aspek tertentu dari mu’tazilah khususnya penekanan terhadap rasionalis. Tetapi hal tersebut tidak jelas ketika dibuktikan hal ini  memberikan kesan bahwa aliran Mu’tazilisme bukan lagi berfungsi sebagai sumber utama doktrin untuk membagi sebuah argumen dalam melawan tradisionalisme. Tapi lebih sebagai simbol keinginan untuk menjadi islam di tengah dunia modern dan plural.

V.                PENUTUP
Demikianlah uraian yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa, tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada umumnya.













DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, A., Theology Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Bulan Bintang, 1979.
Nasution, Harun, Teologi Islam, Jakarta: UI-Press, 1986.
                           , Teologi Islam (Ilmu Kalam), Jakarta: Widjaya, 1999.
Martin, Richard C. dkk., Post Mu’tazilah, Yogyakarta: IRCISoD, 2002.
Romas, A. Ghofir, Ilmu Tauhid, Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang, 1997.
http://islam-kucinta.blogspot.com/2010/10/infiltrasi.html.
http://www.salafyoon.net/manhaj/mu-tazilah.html.
http://24wahyu.multiply.com/reviews/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Frevie
ws%2Fitem.


[1] http://24wahyu.multiply.com/reviews/item/6?&show_interstitial=1&u=%2Freviews%2Fitem diapload pada Januari  4, 2009 oleh Akmal Ismail.
[2] A. Hanafi M.A., Theology Islam (Ilmu Kalam), ( Jakarta: Bulan Bintang, 1979 ), hlm. 44-45
[3] Golongan Rafidlah adalah  golongan Syiah ekstrim yang banyak mempunyai unsur-unsur kepercayaan yang jauh sama sekali dari ajaran Islam, seperti: kepercayaan  mani dan golongan spectic yang pada waktu itu tersebar luas di kota-kota Kufah dan Basrah, lihat pada A. Hanafi M.A., Ibid., hlm. 46
[4] Ibid., hlm. 46-47

[5] Harun Nasution, Teologi Islam, ( Jakarta: UI-Press, 1986 ), hlm. 43
[6] http://www.salafyoon.net/manhaj/mu-tazilah.html diapload pada hari Rabu, tanggal Mei 2007 oleh Kholid bin Syamhudi
[7] Dr. Harun Nasution, Teologi Islam (Ilmu Kalam), ( Jakarta: Widjaya,  1999 ), hlm. 103
[8] Harun Nasution, Op.cit., hlm. 51
[9] A. Hanafi M.A., Op.cit., hlm. 62
[10] Ibid., hlm. 63
[11] Ibid., hlm. 64
[12] Drs. A. Ghofir Romas, Ilmu Tauhid, ( Semarang: Badan Penerbit Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang, 1997 ), hlm. 93-94.
[13] Richard C. Martin dkk., Post Mu’tazilah, ( Yogyakarta: IRCISoD, 2002 ), hlm. 391
[14] http://islam-kucinta.blogspot.com/2010/10/infiltrasi.html Ditulis oleh Admin pada 17:32. File terhimpun dalam Analisa, Artikel. Silahkan mengikuti respons yang masuk terkait tulisan ini melalui RSS 2.0. oleh akmil sahal.

2 komentar:

  1. How to Make Money From Gambling - Worktomakemoney
    How to kadangpintar Make Money From Gambling หาเงินออนไลน์ Online febcasino

    BalasHapus
  2. Casino Site - LuckyClub Live
    Casino Site. Play all your favourite slots online and start winning! Every slot machine you luckyclub try will be a part of the fun! Rating: 3.9 · ‎46 votes

    BalasHapus