SEJARAH KELAHIRAN MUHAMMAD SAW
HINGGA PERKAWINANNYA
MAKALAH
Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Sirah Nabawiyah
Dosen Pengampu : Ibnu Fikri,
M.Si.
Disusun Oleh:
Puji Lestari ( 111 111 006 )
Syifa ( 111 111 012 )
Akhmad Basar ( 111 111 075 )
FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2012
SEJARAH KELAHIRAN MUHAMMAD SAW
HINGGA PERKAWINANNYA
I.
PENDAHULUAN
Sesungguhnya Sirah
Nabawiyah (perjalanan hidup Nabi SAW) termasuk setinggi-tinggi,
semulia-mulia, dan seagung-agungnya ilmu dari segi tujuan maupun tuntutan.
Dengan ilmu ini seorang muslim bisa mengenal keadaan agama dan nabinya,
mengenal dengan apa Allah telah memuliakan beliau, mengenal pula apa yang telah
beliau alami berupa musibah-musibah serta ujian dalam perjalan masa kecilnya
dan lain sebagainya, dalam makalah kali ini akan kami bahas mengenai sejarah
kalahiran beliau sampai pada beliau menikah dengan istri pertamanya yaitu Siti
Khadijah.
II.
RUMUSAN
MASALAH
A.
Bagaimana proses kelahiran dan perkembangan Muhammad SAW?
B.
Apa yang disebut dengan perang fijar dan bagaimana prosesnya?
C.
Apa yang dimaksud dengan Hifdhul Fudul?
D.
Seperti apa proses pernikahan Rasul dengan Khadijah?
III.
PEMBAHASAN
A.
kelahiran dan
perkembangan Muhammad SAW
Dalam
bab ini dapat saya simpulkan menjadi dua bentuk pembahasan antara lain:
1. proses
kelahiran Nabi SAW
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat
bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota
Mekkah, di waktu pagi pada hari senin, tanggal 9 atau ada yang mengatakan
tanggal 12, pada bulan Rabiul-Awal, jadi tanggal 9 adalah yang paling benar,
sedangkan tanggal 12 adalah yang paling masyhur. di bagian selatan Jazirah
Arab, Ayahnya, Abdullah, yang meninggal dalam perjalanan dagang di Yatsrib,
ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta,
sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman[1]
yang kemudian mengasuh Nabi pada saat masih kecil.
Sedangkan orang yang menangani beliau lahir (bidan)nya
adalah Syifa’ Bintu ‘Amr yaitu dari sahabat Abdur-Rahman bin Auf, ketika ibu
beliau melahirkannya, dari jalan lahirnya keluar cahaya yang menerangi
istana-istana Syam. Aminah lalu mengirim utusan kepada Abdul-Muthalib untuk
menyampaikan kabar gembira tentang kelahiran Nabi. Maka datanglah
Abdul-Muthalib dengan perasaan gembira dan bahagia, lalu membawa sang bayi
memasuki ka’bah, bersyukur kepada Allah, mendoakan bayi tersebut, kemudian ia
diberi nama Muhammad (yang terpuji) dengan harapan bayi tersebut akan
terpuji. Ia pun melakukan aqiqah, mengkhitankannya padahari kertujuh.[2]
2. Masa
perkembangan Nabi SAW
Ø
Masa penyusuan
Sudah menjadi kebiasaan bangsawan-bangsawan Arab di Mekkah
bahwa anak yang baru lahir di susukan kepada salah seorang keluarga Sa’d. yang
pertama menyusui beliau setelah ibundanya adalah Tsuwaiba dengan air susu yang
digunakan untuk menyusui anaknya yang bernama Masruh[3]
baru setelah itu disusui oleh Halimah.
Kemudian Abu Lahab membebaskan budaknya itu sebagai ungkapan
kegembiraan atas kelahiran Muhammad SAW, Meskipun nantinya Abu Lahab menjadi
orang yang paling keras memusuhi beliau ketika mulai ditegakkannya dakwah
Islam.
Ø
Diasuh ditengah-tengah Bani Sa’d
Karena salah satu tradisi dari bangsa Arab yang biasa mencari
wanita-wanita yang menjual jasa menyusui bayi-bayi mereka di desa-desa, dengan
tujuan untuk menjauhkan bayi-bayi itu dari penyakit-penyakit yang ada
diperkotaan, juga agar urat-urat syaraf bayi tersebut kuat.
Allah pun menakdirkan datangnya wanita-wanita dari Bani Sa’d
bin Bakr bin Hawazan mencari bayi-bayi yang bisa mereka susui, Nabi (yang masih
bayi) pun ditawarkan kepada mereka akan tetapi mereka enggan untuk menyusuinya
dengan alasan beliau pada saat itu kedaannya yatim. Ternyata dari beberapa
wanita tersebut ada yang belum mendapat bayi susuan yaitu Halimah Bintu
Abdullah bin Al-Harits bin ‘Abdul-‘Uzza.[4]
Ø Berkah di
dalam rumah susuan
Berkah benar-benar mengalir ke rumah tangga Halimah semenjak
keberadaan Muhammad SAW di tengah-tengah mereka. Diantara riwayat yang
menceritakan berkahnya yakni ketika Halimah dating ke Mekkah pada musim
kemarau. Ia mengendarai keledai betina yang sangat lambat jalannya karena
kondisinya yang lemah dan kurus. Ia juga memiliki unta betina yang tidak bisa
mengeluarkan setetes pun air susu.
Namun ketika Halimah membawa Nabi SAW dan meletakkan beliau
di pangkuannya, kedua susunya telah penuh dengan air susu yang beliau sukai,
maka beliau pun meminumnya hingga kenyang.
Juga ketika Halimah dan suaminya hendak kembali ke dusun
Sa’d, keledai yang dikendarai Halimah juga membawa Nabi SAW bisa berlari
kencang meski muatannya penuh, sehingga tak ada satu pun keledai yang dapat
menandinginya.
Kegembiraan menghampirinya lagi ketika mereka tiba di dusun
Bani Sa’d, padahal saat itu musim kemarau yang panjang tapi kambing-kambing
mereka telah dalam keadaan kenyang, lamung-lambungnya penuh dengan makanan dan
putting-putingnya penuh dengan air susu lalu mereka memerah susu tersebut dan
meminumnya, dikala orang-orang kesulitan mendapatkan setetes air susu perahan.
Selalu saja kedua suami istri itu mandapat kebahagiaan dan
tambahan nikmat. Hingga selesailah masa susuan dan telah lewat masa dua tahun
kemudian Halimah Menyapih Nabi SAW.[5]
Ø Tetap
tinggalnya Nabi SAW di Bani Sa’d setelah tahun penyusuan
Telah menjadi kebiasaan Halimah datang membawa Nabi SAW
kepada ibu dan keluarga beliau setiap 6 bulan sekali, kamudian pulang membawa
Nabi SAW kembali ke dusunnya Sa’d. ketika selesai masa susuan dan penyapihan,
datanglah Halimah membawa beliau kepada ibundanya tapi Halimah berkeinginan
keras agar beliau tetap tinggal bersamanya. Setelah melihat berkah dan
kebaikannya. Maka ia memohon kepada ibunda Nabi agar membiarkan beliau tetap
tinggal bersamanya hingga cukup kuat, karena ia mengakhawatirkan diri beliau sebab
pada saat itu di kota Makkah banyak wabah penyakit.
Akhirnya ibunda mengijinkannya, kemudian pulanglah Halimah
membawa Nabi SAW dengan keadaan gembira dan bahagia.[6]
Ø Peristiwa
pembelahan dada
Berkata Anas bin Malik R.A. “Sungguh Rasulullah SAW
dihampiri oleh malaikat Jibril, sementara ia tengah bermain dengan anak-anak
lain. Lalu dipegang dan dibaringakannya. Kemudian Jibril membelah dadanya dan
mengambil jantungnya, sehingga ia bisa mengeluarkan segumpal darah darinya.
Kemudian Jibril berkata, “Ini bagian syaitan pada dirimu” ia lalu mencuci
jantung tersebut dengan air zam-zam pada bejana yang terbuat dari emas.
Selanjutnya ia mengambil jantung itu yakni menggenggam dan mengumpulkannya,
kemudian mengembalikan ketempat semula. Saat kejadian itu anak-anak bermainnya
juga mendatangi ibu pengasuhnya (Halimah) mereka berkata: “Sungguh Muhammmad
telah dibunuh” setelah itu Halimah menghampirinya tapi ia melihat wajah Nabi
SAW pada saat itu berubah menjadi pucat.
Berkata Anas, “Benar-benar aku melihat bekas jahitannya da
bagian dada Nabi SAW.”[7]
Ø Kembali
kepangkuan ibunda yang pengasih
Setelah kejadian itu Halimah benar-benar takut, kemudian
Nabi SAW dipulangkan ke Mekkah dan tinggal bersama ibunda dan keluarga beliau
sekitar 2 tahun (hingga umur sekitar 6 tahun). Selanjutnya ibunya membawa ke
Madinah untuk berziarah ke makam ayah dan paman-paman dari kakek beliau dari
Bani ‘Adi bin An-Najjar. Ikut pula bersama ibunda Nabi SAW yakni sang mertua
‘Abdul-Muthalib dan pembantunya, Ummu Aiman. Ia tinggal disana selama sebulan.
Kemudian kembali pulang dan pada saat diperjalan ibunda Nabi SAW sakit parah
hingga membawanya pada kematian. Kemudian dimakamkan disana.
Ø Dalam
lindungan sang kakek yang penyayang
Kembalilah kakek Nabi SAW ‘Abdul-Muthalib bersama beliau
melanjutkan perjalanannya menuju Makkah. Abdul-Muthalib merasakan hatinya
demikian pedih atas musibah yang baru dialamiyah. Maka timbul rasa kasih sayang
yang belum pernah ia berikan kepada salah seorang dari anak-anaknya, ia
agungkan kedudukan cucnya itu, ia utamakan di atas anak-anaknya, ia muliakan
dengan setinggi-tingginya kemuliaan, dan ia dudukan beliau SAW ditempat duduk
yang khusus dimana tak ada seorang pun yang berani duduk diatasnya.
Namun semua itu tidak berlangsung lama, ia wafat dua tahun
kemudian, dimana umur Nabi SAW pada saat itu masih 8 tahun lebih 2 bulan 10
hari.[8]
Ø Dalam
lindungan sang paman yang penyayang
Tanggung jawab hidup Nabi SAW kemudian ditanggung oleh
pamannya yakni Abu Thalib, saudara kandung ayah beliau. Abu Thalib pun
memperlakukannya dengan rasa kasih sayang dan rasa cinta yang lebih. Ia memang
orang yang memiliki sedikit harta, tetapi Allah memberikan berkah pada hartanya
hingga satu makanan bisa mengenyangkan seluruh keluarganya. Jadilah sikap
Rasulllah sebagai contoh sikap qanaah, dan sabar, dan merasa cukup apa yang
telah Allah berikan.[9]
Ø Perjalanan
Nabi ke Syam dan Bahira Ar-Rahib
Suatu waktu, Abu Thalib bermaksud untuk pergi berdagang ke
Syam dengan kafilah dagang Quraisy, sementara umur beliau ketika itu 12 tahun.
Ada yang mengatakan lebih 2 bulam 10 hari. Rasulullah pun merasa berat berpisah
dengan pamanya itu. Pada diri Abu Thalib, muncul perasaan iba kepada diri
Rasulullah SAW hingga mengajaknya ikut serta. Ketika kafilah tiba di dekat kota
Bushra di pinggiran kota Syam, mereka dihampiri salah satu pembesar pendeta
Nashrani. Ia adalah Bahirah Ar-Rahib.
Ia berkata: “Anak ini adalah pemimpin semesta alam. Anak ini
adalah utusan Rabb semesta alam. Ia diutus oleh Allah sebagai rahmat bagi seluruh
alam.” Maka orang itu bertanya: “Dari mana engkau tahu hal itu?” Bahirah
menjawab: “Sebenarnya ketika kalian mendaki bukit, tidaklah bebatuan maupun
pepohonan terlihat tunduk sujud, bukankah mereka tunduk sujud hanya kepada
seorang nabi, dan sungguh aku mengetahuinya dari tanda cap kenabiannya yang ada
di bawah tulang rawan bahuya yang menyerupai buah apel, dan kami menjumpai
keterangan itu di kitab-kitab kami.
Kemudian Bahira menghormati mereka, dan mereka disarankan
untuk pulang karena khawatir akan diganggu orang-orang Yahudi dan Romawi. Abu
Thalib kemudian mengembalikan Nabi SAW ke Makkah.[10]
B.
Perang Fijar
Ketika Nabi SAW berumur 20
tahun di bulan Syawal, terjadi peperangan di pasar Ukazh antara kabilah-kabilah
Quraisy dan kinanah di satu kubu kabilah Qais dan Ailan di kubu yang lain.
Peperagan berkecambuk seru dan berguguranlah pasukan kedua belah pihak.
Kemudian setelah itu mereka pun berdamai. Pihak yang jumlah korbanya lebih
banyak berhak mengambil tebusan atas kerugian ini.
Peperangan pun usai.
Mereka berusaha membuang rasa permusuhan dan kebencian diantara mereka.
Nabi SAW, ikut serta dalam
peperangan tersebut, beliau bertugas menyiapkan anak-anak panah untuk
paman-paman beliau. Dan peperagan tersebut dinamakan sebagai perang Al-Fijar
(Pelanggaran), karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram
Makkahpada bulan haram. Perang ini terjadi empat kali, masing-masing terjadi
setiap tahun dan peristiwa ini adalah yang terakhir kalinya. Tiga kejadian
sebelumya selesai setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang buruk,
namun tidak sampai terjadi pertempuran, kecualipada peristiwa yang empat saja.[11]
C.
Mendirikan Hifdhul Fudhul
Seusai peperangan tersebut
di bulan Dzulqa’dah, terjadi Hifdhul Fudhul di antara lima suku dari kabilah
Quraisy, mereka adalah: Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Bani Asad, Bani
Zuhrah,dan Bani Taim.
Penyebabnya bermula ketika
seorang dari Bani Zubaid datang membawa barang ke Makkah. Lalu Al-‘Ash bin Wail
As-Sahmy membeli barang darinya tapi tidak membayarnya. Maka orang Bani Zubaid
itu minta tolong kepada Bani Abdud-Dar, Bani Makhzum, Bani Jumah, Bani Sahm,dan
Bani ‘Adi, namun mereka tidak memperdulikanya. Sehingga ia pun naik ke bukit
Abu Qubais dan menyebutkan kedzaliman Al-‘Ash dalam bait-bait syair, lalu
memanggil-manggil orang yang bisa membantu membebaskan haknya. Maka Az-Zubair bin
Al-Muthalib yang bermaksud mengupayakan. Hingga kumpul kabilah-kabilah yang
telah disebutkan tadi di rumah Abdullah bin Jad’an (Pemimpin Bani Taim),
mereka mengukuhkan perjanjian dan ikatan agar di kota Makkah tidak lagi
dijumpai orang yang didzalimi oleh penduduknya atau yang lainnya, mereka akan
ditindak hingga dapat dikembalikan hak yang terdzalimi. Kemudian mereka pun
bergerak menuju Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy, untuk mengambil kembali hak orang
Az-Zubaidy dan menyerahkan kepada pemiliknya. Hadir di dalam Hilful-Fudhul
tersebut Rasulullah SAW bersama paman-paman beliau.[12]
D.
Pernikahan dengan
Khadijah
Seseorang
yang telah mendengar tentang anak muda yang sangat dipercaya dengan adalah
seorang janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status
tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke
berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona
sehingga membuat Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang
dagangannya dalam perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua
kali lipat dan Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan
keuntungan yang lebih dari biasanya.[13]
Khadijah melihat, sifat
amanah dan berkah beliau merupakan sesuatu yang mengagumkan banyak hati.
Maisarah pun menceritakan kepada Khadijah apa yang ia lihat pada diri beliau
berupa kemuliaan budi pekerti dan bersihnya dari aib. Juga diceritakan kejadian
yang luar biasa yang terjadi pada beliau seperti naungan dua malaikat di kala
panas terik. Khadijah pun merasa menemukan apa yang selama ini ia cari, ada
pada diri Rasulullah SAW, ia mengutus teman perempuannya untuk mengutarakan
keinginannya menikah dengannya beliau pun menyetujuinya baru kemudian beliau
membicarakan hal ini kepada paman-pamannya, akhirnya mereka pun menyetujuinya
lalu mereka melamarkan Khadijah untuk beliau tak lama kemudian ia menikahkan
Khadijah dengan Nabi SAW di hadapan Bani Hasyim dan para pemuka Quraisy dengan
mahar senilai 20 ekor Unta muda. Ada yang mengatakan enam ekor Unta muda
sedangkan yang menyampaikan khutbah nikah adalah Abu Thalib, ia ber-tahmid
(memuji) kepada Allah, menyanjungnya, lalu ia meyebutkan kemuliaan nasab
setelah itu ia menyebutkan kalimat akad dan menerangkan maharnya.[14]
Pernikahan ini terjadi
sepulang beliau dari Syam selang dua bulan beberapa hari. Ketika itu umur Nabi
25 tahun. Adapun umur Khadijah 40 tahun. Ia adalah istri pertama Nabi SAW ada juga
yang mengatakan 28 tahun. Sebelumnya Khadijah pernah menikah dengan ‘Atiq bin
‘Aidz Al-Makhzumy, yang kemudian meninggal dunia, lalu Khadijah menikah dengan
Abu Halah At-Taimy kemudian ia pun meninggal dunia setelah menurunkan seorang
anak. Setelah itu para tokoh Quraisy banyak yang berkeinginan untuk menikahi
Khadijah, namun ia enggan menikah sampai akhirnya ia menikahi Nabi SAW. Adapun
putra-putri Nabi SAW dari khadijah R.A mereka antara lain: Al-Qasim, kemudian
Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, Fatimah dan Abdullah.[15]
IV.
KESIMPULAN
Masa kelahiran beliau
hingga masa perkembangan beliau dapat kami kategorikan kedalam dua subtema atau
bentuk pembahasan yaitu: masa proses
kelahiran Nabi SAW dan masa perkembangannya yaitu antaralain: masapenyusuan,
diasuh ditengah-tengah Bani Sa’d, berkah di dalam rumah susuan, tetap
tinggalnya Nabi SAW di Bani Sa’d setelah tahun penyusuan, peristiwa pembelahan
dada, kembali kepangkuan ibunda yang penyayang,dalam lindungan sang kakek yang
penyayang, dalam lindungan sang paman yang penyayangbdan perjalanan Nabi SAW ke
Syam dan Bahira Ar-Rahib.
Perang
fijar terjadi ketiak Nabi SAW berumur
20 tahun di pasar Ukazh antara kabilah-kabilah Quraisy dan kinanah di satu kubu
kabilah Qais dan Ailan di kubu lain. Peperagan berkecambuk seru dan
berguguranlah pasukan kedua belah pihak. Kemudian setelah itu mereka pun
berdamai. Pihak yang jumlah korbanya lebih banyak berhak mengambil tebusan atas
kerugian ini. kemudian Mereka membuang rasa permusuhan dan kebencian diantara
mereka. Nabi SAW, ikut serta dalam peperangan tersebut, beliau hanya bertugas
menyiapkan anak-anak panah. Dan peperagan tersebut dinamakan sebagai perang Al-Fijar
(Pelanggaran), karena terjadi pelanggaran terhadap kesucian tanah haram Makkah
pada bulan haram. Perang ini terjadi empat kali, masing-masing terjadi setiap
tahun dan peristiwa ini adalah yang terakhir kalinya. Tiga kejadian sebelumya
selesai setelah terjadi perselisihan dan pertengkaran yang buruk, namun tidak
sampai terjadi pertempuran.
Seusai perang, di bulan
Dzulqa’dah, terjadi Hifdhul Fudhul di antara lima suku dari kabilah Quraisy,
mereka adalah: Bani Hasyim, Bani Al-Muthalib, Bani Asad, Bani Zuhrah,dan Bani
Taim. Penyebabnya seorang dari Bani Zubaid datang membawa barang ke Makkah.
Lalu Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy membeli barang darinya tapi tidak membayarnya. Maka
mereka minta tolong kepada kabilah-kabilah lain, namun kabilah yang dimintai
pertolongan tersebut tidak memperdulikanya Sehingga mereka naik bukit dan
menyebutkan kedzaliman Al-‘Ash dalam bait-bait syair, lalu memanggil-manggil
orang yang bisa membantu membebaskan haknya Maka Az-Zubair bin Al-Muthalib yang
bermaksud mengupayakan. Hingga kumpul kabilah-kabilah yang telah disebutkan
tadi di rumah Abdullah bin Jad’an (Pemimpin Bani Taim), mereka
mengukuhkan perjanjian dan ikatan agar di kota Makkah tidak lagi dijumpai orang
yang didzalimi oleh penduduknya atau yang lainnya. Kemudian mereka pun bergerak
menuju Al-‘Ash bin Wail As-Sahmy, untuk mengambil kembali hak orang Az-Zubaidy
dan menyerahkan kepada pemiliknya. Hadir di dalam Hilful-Fudhul tersebut
Rasulullah SAW bersama paman-paman beliau.
Seseorang
janda yang bernama Khadijah. Ia adalah seseorang yang memiliki status tinggi di
suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok
daerah di tanah Arab. Reputasi Muhammad membuatnya terpesona sehingga membuat
Khadijah memintanya untuk membawa serta barang-barang dagangannya dalam
perdagangan. Muhammad dijanjikan olehnya akan dibayar dua kali lipat dan
Khadijah sangat terkesan dengan sekembalinya Muhammad dengan keuntungan yang
lebih dari biasanya. Kejadian seperti itu akhirnya membuat Khadijah jatuh cinta
kepada Muhammad ia mengutus
teman perempuannya untuk mengutarakan keinginannya menikah dengannya beliau pun
menyetujuinya kemudian beliau membicarakan hal ini kepada paman-pamannya,
akhirnya mereka pun menyetujuinya lalu mereka melamarkan Khadijah untuk beliau
tak lama kemudian ia menikahkan Khadijah dengan Nabi SAW di hadapan Bani Hasyim
dan para pemuka Quraisy dengan mahar senilai 20 ekor Unta muda. Ada yang
mengatakan enam ekor Unta muda sedangkan yang menyampaikan khutbah nikah adalah
Abu Thalib, ia ber-tahmid (memuji) kepada Allah, menyanjungnya, lalu ia
meyebutkan kemuliaan nasab setelah itu ia menyebutkan kalimat akad dan
menerangkan maharnya. Pernikahanya terjadi sepulang beliau dari Syam. Ketika
itu umur Nabi 25 tahun. Adapun umur Khadijah 40 tahun. Ia adalah istri pertama
Nabi SAW, ada juga yang mengatakan 28 tahun. Sebelumnya Khadijah pernah menikah
dengan ‘Atiq bin ‘Aidz Al-Makhzumy, yang kemudian meninggal dunia, lalu
Khadijah menikah dengan Abu Halah At-Taimy kemudian ia pun meninggal dunia
setelah menurunkan seorang anak. Setelah itu para tokoh Quraisy banyak yang
berkeinginan untuk menikahi Khadijah, namun ia enggan menikah sampai akhirnya
ia menikahi Nabi SAW. Adapun putra-putri Nabi SAW dari khadijah R.A mereka
antara lain: Al-Qasim, kemudian Zainab, Ruqayah, Ummu Kultsum, Fatimah dan
Abdullah.
V.
PENUTUP
Demikianlah uraian
yang dapat Penulis sampaikan dalam makalah ini. Sebagai manusia biasa,
tentunya makalah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran dari Para Pembaca
sangat Penulis nantikan demi kesempurnaan makalah dimasa yang akan datang.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi Pembaca pada
umumnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Al-Mubarakfurry,Syafiyyur-Rahman, Sirah
Nabawiyah, Tegal: Maktabah Dar Al-Fiha’, 2007.
Asrori, Maulid Berjanji, Magelang: Menara Kudus, 1982.
Najieh, Abu Ahmad, Terjamah
Maulid Al-Berzanji, Surabaya: Mutiara Ilmu, 1987.
http://duniabaca.com/sejarah-perjalanan-hidup-nabi-muhammad-saw.html
http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html
[1]
Ummu Aiman
adalah seorang budak peninggalan ayah Muhammad, Ummu Aiman sempat hidup dan
masuk Islam, lalu berhijrah dan meninggal dunia setelah wafatnya Nabi selang
waktu 5 atau 6 bulan. Lihat KH. H. Asrori Maulid Berjanji, ( Magelang:
Menara Kudus, 1982 ), hlm. 23-25
[2]
Para Ulama’
berbeda pendapat tentang khitannya Rasulullah
SAW: (1) beliau lahir dalam keadaan yang telah khitan. Tapi tidak ada
satu haditspun yang shahih dalam masalah ini, bahkan disebutkan oleh Ibnul Jauzy dalam Al
Maudhuat. (2) beliau dikhitan ketika
peristiwa pembelahan dada oleh para malaikat ketika beliau dalam asuhan As-Sya’diyah. (3) beliau dikhitan oleh
kakeknya Abdul-Muthalib pada hari ketujuh
diadakan acara makan dan diberi nama Muhammad. Pendapat ketiga inilah
yang dipilih oleh Kamaluddin Ibnul ‘Adin dan dikuatkan oleh Ibnu Qayyim dalam Zaadul
Ma’ad, Lihat; Abu Ahmad Najieh, Terjamah
Maulid Al-Berzanji, ( Surabaya: Mutiara Ilmu, 1987 ), hlm. 26-29.
[3]
Tsuwaiba adalah
seorang budak dari Abu Lahab, sebelum menyusui Nabi SAW Tsuwaiba pernah pula
menyusui Hamzah bin Abdul-Muthalib dan
setelah Nabi SAW ia menyusui pula Abu salamah bin Abdul-Asad Al-Mahzumy.
Sehingga mereka semua adalah saudara menurut sebagian keterangan, ada yang
menatakan bahwa Tsuwaiba meninggal dunia masih tetap menganut agama secara
jahiliyah dan menurut keterangan lain ia meninggal dunia telah menganut agama
Islam demikian menurut Ibnu Mandah Wallahu Alam. Lihat KH. H. Asrori, Op.cit.,
hlm. 29-32
[5]
Abu Ahmad
Najieh, Op.cit., hlm. 41-43
[6]
http://duniabaca.com/sejarah-perjalanan-hidup-nabi-muhammad-saw.html
diapload pada hari Jum’at tanggal 15 juni 2007
[7]
Syafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfurry, Sirah Nabawiyah, ( Tegal: Maktabah Dar Al-Fiha’, 2007
), hlm. 9-10.
[10]
Abu Ahmad
Najieh, Op.cit., hlm. 57-65
[11]
http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html
diapload pada hari minggu, tanggal 17
juni 2007
[12]
Syafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfurry, Op.cit., hlm. 13-14
[13]
http://www.kisah.web.id/rosulullah-saw/dari-kelahiran-sampai-nikah-rosulullah-saw.html,
Op.cit,
[14]
Syafiyyur-Rahman
Al-Mubarakfurry, Op.cit., hlm. 16
[15]
Mengenai jumlah
mereka dan urutannya ada yang mempunyai pendapat berbeda , Ibid., hlm.
17
Tidak ada komentar:
Posting Komentar